Praktik Dokter – Permenkes 2011 ( Page 3 )

UNV Week 1
BAB II
IZIN PRAKTIK
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2
(1) Setiap Dokter dan Dokter Gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP.
(2) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.                               

(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah Dokter dan Dokter Gigi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pasal 3
(1) SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi dapat berupa SIP dokter, SIP dokter gigi, SIP dokter spesialis, dan SIP dokter gigi spesialis.
(2) SIP bagi dokter peserta program internsip berupa SIP Internsip dengan kewenangan yang sama dengan dokter.
(3) SIP bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau peserta Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) berupa SIP dokter atau SIP dokter gigi dengan kewenangan sesuai kompetensi yang ditetapkan oleh Ketua Program Studi (KPS).
(4) SIP bagi peserta program dokter dengan kewenangan tambahan yang memperoleh penugasan khusus di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu berupa SIP dokter dengan kewenangan sebagaimana tercantum dalam surat keterangan kompetensi yang dikeluarkan oleh Kolegium.
Pasal 4
(1) SIP Dokter dan Dokter Gigi diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan.
(2) SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam kabupaten/kota yang sama atau berbeda di provinsi yang sama atau provinsi lain.
Pasal 5
(1) SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi sebagai staf pendidik yang melakukan praktik kedokteran atau praktik kedokteran gigi pada rumah sakit pendidikan, berlaku juga untuk melakukan proses pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi di rumah sakit pendidikan lainnya dan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang dijadikan sebagai jejaring pendidikannya.                                                                          
(2) Rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sebagai jejaring pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui kerjasama Dekan Fakultas Kedokteran/Dekan Fakultas Kedokteran Gigi dengan rumah sakit pendidikan berdasarkan standar rumah sakit sebagai tempat pendidikan.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilaporkan Dekan Fakultas Kedokteran/Dekan Fakultas Kedokteran Gigi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pasal 6
(1) Dalam rangka melaksanakan program pemerataan pelayanan kesehatan:
a. SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi yang melakukan praktik kedokteran pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah berlaku juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dalam wilayah binaannya yang tidak memiliki dokter/dokter gigi.
b. SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi spesialisasi tertentu yang melakukan praktik kedokteran pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan berlaku juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah di daerah lain yang belum memiliki pelayanan spesialisasi yang sama.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi fasilitas pelayanan kesehatan milik TNI/POLRI, Puskesmas, dan balai kesehatan/balai pengobatan milik pemerintah.
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi rumah sakit milik pemerintah yang bersifat publik yang bekerjasama dalam bentuk sister hospital.
(4) Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Pasal 7
(1) Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP yang memberikan pelayanan kedokteran atau memberikan konsultasi keahlian dalam hal:                                                   
a. diminta oleh suatu fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan kedokteran yang bersifat khusus, yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap;
b. dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan;
c. dalam rangka tugas kenegaraan;
d. dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan darurat lainnya;
e. dalam rangka memberikan pertolongan pelayanan kedokteran kepada keluarga, tetangga, teman, pelayanan kunjungan rumah dan pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil; tidak memerlukan SIP di tempat tersebut.
(2) Pemberian pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh institusi penyelenggaranya.



…Previous ( Page 2 )                                          Next ( Page 4 )…

Comments

Popular posts from this blog

MEKANISME PROSES DASAR GINJAL

Sleep and you ( Secrets of sleep )

The Basic Geriatric Respiratory Examination CME/CE