MALARIA DENGAN IKTERIK ( Malaria with Jaundice )

malaria_special

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.1

Malaria masih menjadi masalah kesehatan global di 40 % populasi dunia,  lebih dari 2400 juta orang berisiko terpapar malaria. Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika dan Oceania serta kepulauan Caribia. Ditambah lagi dengan meningkatnya orang bepergian dari tempat yang non malaria terinfeksi dan biasanya menjadi parah setelah kembali ke daerah asalnya.1,2

Dalam siklus hidupnya plasmodium falciparum mempunyai dua hospes yaitu vertebra dan nyamuk. Siklus aseksual didalam hospes disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut sporogoni. 3

Diagnosa malaria falciparum berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mirkroskopis.2

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering di sebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala – gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun. Komplikasi terjadi 5 – 10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% merupakan kasus yang fatal.2

Malaria yang disertai dengan ikterus atau jaundice disebut sebagai Malaria Biliosa merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum. Pada penelitian di Minahasa dari 836 penderita malaria, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemi 14,9% dan peningkatan serum transaminase 5,7%. Pada malaria biliosa ( malaria dengan ikterus ) dijumpai ikterus hemolitik 17,2%; ikterus obstruktif intra-hepatal 11,4% dan tipe campuran parenkimatosa, hemolitik dan obstruktif 78,6%.1

Penanganan malaria tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis seawal mungkin. Prinsip penanganan malaria ialah :

a. Tindakan umum/ tindakan perawatan

b. Terhadap parasitemianya; yaitu dengan:

I. Pemberian obat anti malaria

II. Exchange transfusion (transfusi ganti)

c. Pemberian cairan / nutrisi

d. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami komplikasi.2

Pada Malaria Biliosa biasa ditambahkan terapi Vitamin K 10 mg/ hari i.v dapat diberikan selama 3 hari untuk memperbaiki faktor koagulasi yang tergantung vit. K. Gangguan faktor koagulasi lebih sering dijumpai pada penderita dengan ikterik berat. Hati-hati dengan obat-obatan yang mengganggu fungsi hati seperti parasetamol, tetrasiklin.2

LAPORAN KASUS

Seorang penderita perempuan, umur 49 tahun, sudah menikah, pendidikan tamat SLTA, pekerjaan ibu rumah tangga, agama Kristen protestan, alamat Kombos timur Manado, suku Minahasa, masuk rumah sakit tanggal 9 Juni 2009 dengan keluhan utama panas. Panas dialami penderita sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas naik secara perlahan – lahan. Panas biasanya diawali dengan menggigil, jika panas turun penderita berkeringat banyak dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa sama ketika penderita tidak panas. Panas disertai dengan kuning serta mual dan muntah, frekuensi ± 10 kali, isi cairan dan sisa makanan, volume ± 150 cc. Nyeri ulu hati dirasakan pasien ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pusing dan sakit kepala ada, nyeri otot dan sendi-sendi ada. Penderita tidak pernah berpergian keluar kota juga tidak berasal dari daerah banjir. Nyeri menelan tidak ada, batuk disertai sesak tidak ada, nyeri perut disertai berak cair tidak ada. Buang air besar : tinja seperti dempul tidak ada, tinja berwarna hitam tidak ada, tinja disertai darah tidak ada. Penderita buang air besar 1 kali tiap 3 hari sama seperti penderita sebelum sakit. Buang air kecil : sakit waktu kencing tidak ada, kencing berpasir tidak ada, kencing warna merah tidak ada, warna seperti teh. Riwayat penyakit dahulu : malaria 2001, asam urat 2005. Darah tinggi, gula, jantung dan ginjal tidak ada. Riwayat pengobatan dirumah sakit akibat infeksi tidak ada.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 kali/menit, regular, isi cukup, respirasi 20 kali/menit, suhu 37,4 oC, bentuk badan mesomorf, dan mobilitas aktif. Berat badan 50 kg, tinggi badan 162 cm.

Pada pemeriksaan kepala, ekspresi wajah wajar, simetris, rambut hitam tak mudah dicabut. Pada pemeriksaan mata, tekanan bola mata normal pada perabaan, konjungtiva tidak anemis, sklera tampak ikterus, pupil bulat isokor, refleks cahaya ada. Pada pemeriksaan telinga didapatkan liang telinga ada, sekret tidak ada, nyeri tekan di procesus mastoideus tidak ada, membran timpani utuh. Pada pemeriksaan hidung, tampak luar simetris, deformitas bagian luar tidak ada, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, penyumbatan tidak ada, epistaksis tidak ada. Pada pemeriksaan mulut, bibir tidak sianosis, selaput lendir basah, gigi karies tidak ada, lidah beslag tidak ada, perdarahan gusi tidak ada, faring tidak hiperemis, tonsil T1 – T1 normal, foeter tidak ada. Pada pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar gondok tidak ada, trakea letak tengah, JVP 5+0 cm, pulsasi pembuluh darah normal, kaku kuduk tidak ada, tumor tidak ada.

Pada pemeriksaan dada, bentuk simetris normal, sela antar iga tidak melebar, retraksi tidak ada. Palpasi stem fremitus kiri sama dengan kanan. Pada perkusi sonor kiri sama dengan kanan, batas paru hati pada linea midklavikularis dekstra ICS VI dengan peranjakan 2 cm. Pada auskultasi suara pernapasan vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan paru-paru belakang, dari inspeksi gerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada. Pada palpasi stem fremitus kiri sama dengan kanan. Pada perkusi sonor kiri sama dengan kanan. Batas paru belakang kiri bawah pada linea skapularis vertebra torakal X dan pada batas paru belakang kanan bawah pada linea skapularis vertebra torakal IX. Pada auskultasi suara pernapasan vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada.

Pada pemeriksaan jantung, didapatkan iktus kordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas kanan jantung pada ICS IV linea sternalis dekstra dan batas kiri jantung pada ICS V linea midklavikularis sinistra, denyut jantung 70 kali/menit, regular, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>A1, bising tidak ada.

Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan perut cembung, lemas ada nyeri tekan epigastrium, asites tidak ada. Hepar teraba 2-3 cm bawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi lunak, permukaan datar, nyeri tekan tidak ada. Lien teraba S-1 , bunyi ketok timpani, dan bising usus ada normal, ada nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok CVA tidak ada, Murphy sign tidak ada. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan alat kelamin perempuan normal. Pemeriksaan anus dan rectum tidak dievaluasi, anggota gerak otot eutrofi, tophi sendi tidak ada dan gerakan aktif.

Pada pemeriksaan tangan, tremor tidak ada, kekuatan otot 5/5, tidak terdapat edema pada kedua lengan. Pada tungkai/kaki otot eutrofi, jaringan parut tidak ada, tophi tidak ada, gerakan normal, kekuatan otot 5/5, suhu raba hangat, tidak terdapat edema pada kedua tungkai. Refleks fisiologis normal, reflex patologis tidak ada.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 13,9 g/dl, leukosit 5900/mm3, eritrosit 4,99.106/ul, trombosit 28.000/mm3, GDS 142 mg/dl, DDR falciparum (++). Bilirubin total, direct, indirect belum ada.

Pasien ini di diagnosis kerja dengan Malaria dengan ikterik. Penatalaksanaan pasien ini dengan bed rest, IVFD NACL 0,9% 20 tetes/menit, Artesunat 2,4 mg/kgbb. pada jam 0, jam 12, jam 24 dan seterusnya tiap 24 jam, sistenol tab 500 mg 3 x 1, domperidon tab 10 mg 3 x 1, observasi vital sign tiap 4 jam, balance cairan. Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalah darah lengkap, GDS, DDR, Urinalisa, Ureum, kreatinin, asam urat, bilirubin total, direct, indirect, SGOT, SGPT.

Pada perawatan hari kedua (10/06/2009), keluhan dari pasien pusing serta rasa mual dan muntah. Keadaan umum sakit sedang. Kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/80 mmhg, nadi 80 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,8oC. Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik. Pada pemeriksaan toraks didapati jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen didapatkan perut cembung, tegang ada nyeri tekan epigastrium, hepar teraba 2-3 cm bawah arcus costae, lien teraba S-1 , bunyi ketok timpani, dan bising usus ada normal. Ekstremitas hangat, edema tidak ada. Hasil pemeriksaan darah lengkap Hb 13,1 g/dl, leukosit 6600/mm3, Hematokrit 41,2 %, trombosit 69.000/mm3. GDS 112 mg/dl. Urinalisa epitel 10-15/lpk, leukosit 8-10/lpk, eritrosit 20-25/lpk. Diagnosis pasien ini Malaria Biliosa. Penatalaksanaan pasien ini dengan IVFD Nacl 0,9% 20 tetes/menit, sistenol tab 500 mg 3 x 1, domperidon tab 10 mg 3 dd 1, artesunat 2,4 mg/kgbb. Rencana pemeriksaan darah lengkap, DDR, ureum, kreatinin, asam urat, bilirubin total, direck, SGOT, SGPT.

Pada perawatan hari ketiga (11/06/2009), keluhan dari pasien pusing dan rasa mual, muntah mulai berkurang. Keadaan umum sakit sedang. Kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmhg, nadi 84 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,6oC. Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik. Pada pemeriksaan toraks didapati jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen didapatkan perut cembung, lemas, nyeri tekan epigastrium berkurang, hepar teraba 2-3 cm bac, lien teraba S-1 , bunyi ketok timpani, dan bising usus ada normal. Ekstremitas hangat, edema tidak ada. Hasil pemeriksaan darah lengkap Hb 12,3 g/dl, leukosit 4900/mm3, Hematokrit 37,3 %, trombosit 112.000/mm3. DDR (-), Bilirubin total 2,46 mg/dl, bilirubin direck 1,22 mg/dl, kreatinin 1,0 mg/dl, ureum 44 mg/dl, asam urat 3,0 mg/dl, SGOT 26 u/l, SGPT 62 u/l. Diagnosis pasien Malaria Biliosa. Penatalaksanaan pasien ini dengan IVFD Nacl 0,9% 20 tetes/menit, domperidon tab 10 mg 3 x 1, artesunat 2,4 mg/kgbb. Rencana pada pasien ini adalah darah lengkap, DDR, GDS.

Pada pemeriksaan hari keempat (12/06/2009), keluhan dari pasien pusing mulai membaik, mual dan muntah makin berkurang Keadaan umum sakit sedang. Kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/80 mmhg, nadi 88 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,4oC. Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik. Pada pemeriksaan toraks didapati jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen didapatkan perut cembung berkurang, lemas, nyeri tekan epigastrium berkurang, hepar teraba 1-2 cm bac, lien teraba S-1 , bunyi ketok timpani, dan bising usus normal. Ekstremitas hangat, edema tidak ada. Diagnosis pasien Malaria Biliosa. Penatalaksanaan pasien ini dengan . IVFD Nacl 0,9% 20 tetes/menit, domperidon tab 10 mg 3 x 1, artesunat 2,4 mg/kgbb. Pasien pulang paksa.

Malaria-cycle

DISKUSI

Pada kasus ini di diagnosa dengan Malaria dengan Ikterik. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pada anamnesis didapatkan gejala dari trias malaria yaitu menggigil, demam dan berkeringat disertai dengan gejala-gejala pusing, mual, muntah, nyeri otot dan sendi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya sklera ikterik, nyeri epegastrium, hepar membesar 2-3 cm bac, tepi tumpul, konsistensi lunak, permukaan datar, nyeri tekan tidak ada. Lien juga membesar S-1. Pada pemeriksaan laboratorium pada hapusan darah tepi terdapat plasmodium Falciparum (++), bilirubin total 2,46 mg/dl, bilirubin direck 1,22 mg/dl. Hal ini sesuai dengan kepustakaan diagnosa malaria falciparum berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mirkroskopis.4

1. Gejala klinis

Sebelum gejala klinis timbul biasanya terdapat gejala prodromal seperti lesu, sakit kepala, nyeri otot/ tulang, mual, anoreksia, diare ringan, perut tak enak, dan kadang- kadang rasa dingin dipunggung, sedangkan gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxysm) secara berurutan yaitu :

a. Periode dingin

Mulai menggigil, kulit dingin dan kering , penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh tubuh bergetar dan gigi gemertak, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b. Periode panas

Muka penderita merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 400C atau lebih. Periode ini lebih lama dapat sampai 2 jam atau lebih diikuti keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capek dan sering tertidur.

2. Pemeriksaan miroskopis

Pemeriksaan mikroskopis dengan sediaan darah tebal dan tipis merupakan pemeriksaan yang terpenting. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik adalah berdasarkan hitung kepadatan parasit dan indentifikasi parasit yang tepat. Pemeriksaan mikroskopis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosa demam malaria dan untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval pemeriksaan diantara satu hari. Dalam hal ini waktu pengambilan sampel darah sebaiknya pada akhir perode demam memasuki periode berkeringat . Periode ini tropozoit dalam sirkulasi mencapai jumlah maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan indentifikasi spesies parasit . Pemeriksaan miroskopis dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan miroskopis adalah merupakan standard baku dan apabila dilakukan dengan cara yang benar mempunyai nilai sensitivitas dan spesifitas hampir 100 %

Sedangkan ikterik yang dialami penderita ini merupakan salah satu dari komplikasi yang dapat dialami oleh penderita malaria falciparum. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa komplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering di sebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala – gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun. Komplikasi terjadi 5 – 10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% merupakan kasus yang fatal.2

Ikterus yang dialami pada pasien ini tidak mengindikasikan bahwa pasien menderita Malaria berat, sebab pada pemeriksaan laboratorium yaitu Bilirubin total hanya 2,46 mg/dl sedang untuk Malaria berat dengan ikterik haruslah > 3,0 mg/dl. Ikterik sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum. Pada penelitian di Minahasa dari 836 penderita malaria, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemi 14,9% dan peningkatan serum transaminase 5,7%. Pada malaria biliosa ( malaria dengan ikterus ) dijumpai ikterus hemolitik 17,2%; ikterus obstruktif intra-hepatal 11,4% dan tipe campuran parenkimatosa, hemolitik dan obstruktif 78,6%, peningkatan SGOT rata – rata 121 mU/ml dan SGPT 80,8 mU/ml dengan ratio de Ritis 1,5. Peningkatan transaminase biasanya ringan sampai sedang dan jarang melebihi 200 iu, ikterus yang berat sering dijumpai walaupun tanpa diikuti kegagalan hati. Penelitian di Minahasa pada 109 penderita malaria berat, kadar bilirubin tertinggi ialah 36,4 mg/dl, dijumpai 28 penderita (25%) mortalitasnya 11%, bilirubin 1,2 mg% - 2 mg/dl dijumpai pada 17 penderita (16%) mortalitasnya 17%, bilirubin >2 mg/dl – 3 mg/dl dijumpai pada 51 penderita (46%) dan mortalitasnya 33%. Serum SGOT bervariasi dari 6-243 u/l sedangkan SGPT bervariasi dari 4 – 603 u/l.1

Pengobatan pada pasien ini selain menggunakan pengobatan simptomatis juga menggunakan pengobatan utama yaitu Artesunate, dimana sesuai dengan kepustakaan yaitu Penanganan malaria adalah tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis seawal mungkin. Sebaiknya penderita yang diduga menderita malaria, apalagi terdapat komplikasi dirawat intensif untuk pengawasan serta tindakan yang tepat. Prinsip penanganan malaria ialah :

1. Tindakan umum/ tindakan perawatan

2. Terhadap parasitemianya; yaitu dengan:

I. Pemberian obat anti malaria

II. Exchange transfusion (transfusi ganti)

3. Pemberian cairan / nutrisi

4. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami komplikasi.2

Tindakan umum

Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi.2

1. Hindari trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur

2. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, dekubitus, edema paru karena overhidrasi

3. Monitoring : suhu, nadi, tensi, dan respirasi tiap 1/2 jam. Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.

4. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.

5. Baringkan/ posisi tidur sesuai dengan kebutuhan

6. Sirkulasi: posisi Trendelenburg pada hipotensi. Perhatikan warna dan temperatur kulit

7. Cegah hiperpireksi:

- jangan memakai botol panas/ selimut listrik

- kompres air/ air es/ alcohol

- kipas dengan kipas angin/ kertas

- baju yang tipis/ terbuka

- cairan cukup

8. Pemberian cairan : oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml.

- cairan masuk dan keluar diukur per 24 jam

- kurang cairan akan memperberat fungsi  ginjal

- kelebihan cairan menyebabkan edema paru

9. Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam.

10. Perhatikan kebersihan mulut

11. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi.

12. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan.

13. Perawatan mata : hindari trauma, tutup dengan kain/kasa lembab.

Pemberian obat anti malaria

Derivat Artemisinin

Obat baru berasal dari China (Qinghaosu) dengan efektivitas tinggi terhadap strain multiresisten. Salah satunya :

· Artesunate dalam bentuk puder, dikemas dengan pelarutnya dapat diberikan i.v/i.m. Baik iv maupun im pada studi di Afrika atas anak-anak memberikan klirens parasit yang sama adekuat. Pada studi SEAQUAMAT, di 4 negara meliputi 1461 kasus malaria berat, artesunate menurunkan mortalitas 34.7% secara absolut dibandingkan kina ( CI 95%; p= 0.0002) (mortalitas quinine 22% vs. mortalitas artesunate 15%). Keuntungan lain ialah efek hipoglikemi yang kurang dan efek kardiotoksik yang juga minimal. Dosis artesunate ialah : 2,4 mg/kgbb. pada jam 0, jam 12, jam 24 dan seterusnya tiap 24 jam sampai penderita sadar/membaik. Bila penderita sadar pemberian parenteral diganti oral dengan dosis 2 mg artesunate/kgbb./hari sampai hari ke-7. Untuk mencegah rekrudensi ditambahkan doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari atau tetrasiklin 3 x 500 mg/hari selama 7 hari. Untuk penderita ibu hamil dan anak-anak digunakan klindamisin 2 x 150 mg/hari selama 7 hari.2

Prognosis pada pasien ini adalah dubia, dimana dengan pengobatan yang tepat dan cepat akan meningkatkan angka keberhasilan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. P.N. Harijanto. 2006. Malaria. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Hal 1754-66. Jakarta. FKUI.

2. P.N. Harijanto. 2006. Perubahan Radikal dalam Pengobatan Malaria di Indonesia. www.cerminduniakedokteran.com. Diakses 20 juni 2009.

3. Miguel C Fernández, MD. 2009. Malaria. www.emedicine.com. Diakses 20 Juni 2009.

4. Jerahim Tarigan. 2003. Kombinasi Kina Tetrasiklin pada pengobatan Malaria Falciparum tanpa komplikasi di daerah resisten. www.yahoohealth.com. Diakses 20 Juni 2009.

Comments

Unknown said…
Tinjauan kasus yg sgt berguna.. Trutama dr ptt yg brtugas di sumba sperti kami.. Trima kasih

Popular posts from this blog

MEKANISME PROSES DASAR GINJAL

Sleep and you ( Secrets of sleep )

The Basic Geriatric Respiratory Examination CME/CE