FUNGSI PENDENGARAN PARA PENYELAM TRADISIONAL DI DESA BOLUNG KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA


Darryl Virgiawan Tanod, Sked
ABSTRAK
Penelitian ini adalah mengenai fungsi pendengaran pada penyelam tradisional yang dilakukan di desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penyelaman dengan fungsi pendengaran pada nelayan tradisional ini.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif dengan rancangan cross sectional – study (studi potong lintang ). Dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali pada satu saat pada suatu populasi di suatu tempat/daerah.
Penelitian mendapat sampel berjumlah 11 orang dan melakukan tes fungsi pendengaran menggunakan Tes Bisik dan Tes Garpu Tala. Dari hasil pemeriksaan diatas maka didapati bahwa yang mengalami gangguan pendengaran sebesar 72,72 %, sedangkan yang tidak mengalami gangguan sebesar 27,27 %. Hal ini menurut peneliti dapat disebabkan oleh rupturnya membran timpani atau dapat disebabkan oleh hal – hal yang lain seperti trauma, infeksi atau keganasan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka didapat kesimpulan berupa : gangguan pendengaran yang paling banyak diderita oleh para penyelam tradisional ini adalah tuli konduksi, terdapat gangguan pendengaran pada penyelam tradisional di desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara, serta umur, lamanya berprofesi sebagai penyelam, frekuensi, serta kedalaman menjadi faktor penentu terhadap gangguan pendengaran yang dialami oleh para penyelam tradisional ini.
PENDAHULUAN
Kapan manusia pertama kali menyelam ? tak seorangpun dapat memastikannya. Tapi menyelam dapat dipastikan sebagai profesi yang sudah tua usianya dalam sejarah peradaban umat manusia.
Kegiatan menyelam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung antara lain kepada : kedalaman, tujuan dan jenis peralatan yang digunakan.
Jika kedalaman yang menjadi tolak ukur, penyelaman dapat dibedakan menjadi :
  1. Penyelaman dangkal
Yaitu penyelaman dengan kedalaman maksimum 10 meter
  1. Penyelaman sedang
Yaitu penyelaman dengan kedalaman <>
  1. Penyelaman dalam
Penyelaman dengan kedalaman > 30 m.
Menyelam pada umumnya dilakukan manusia dengan menggunakan peralatan selam yaitu : Skin diving : penyelaman yang dilakukan dengan menggunakan peralatan dasar selam ( masker, snorkel dan fins ), atau Scuba diving : penyelaman menggunakan peralatan scuba. Selain penyelaman memakai alat, ada juga penyelaman yang dilakukan tanpa memakai alat bantu apapun.
Di daerah kita Sulawesi Utara salah satu tempat dimana masih terdapat para nelayan tradisional adalah desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara.
Masyarakat Wori pada umumya berprofesi sebagai petani dan nelayan mengingat daerah Wori adalah suatu daerah yang terletak di daerah pesisir pantai para nelayan yang ada disini pada umumnya adalah laki – laki.
Para nelayan ini menangkap ikan atau buruan mereka dengan cara menyelam atau dalam bahasa masyarakat setempat disebut ’jubi’ cara menangkap ikan seperti ini sudah dipraktekkan masyarakan nelayan Wori secara turun – temurun sehingga tidak mengherankan jikalau di dalam komunitas masyarakat Wori terdapat banyak keluarga yang seluruh anggota keluarganya laki-laki baik ayah maupun anak berprofesi sebagai penjubi.
Satu hal yang perlu kita sadari didalam hal penyelaman adalah terdapatnya perbedaan tekanan antara permukaaan air dan di dalam air dimana hal ini akan mempengaruhi fungsi tubuh kita yang akan berdampak bagi kesehatan pada umumnya, banyak fungsi tubuh yang dipengaruhi salah satunya adalah fungsi pendengaran.
Beberapa penelitian menyangkut penyelaman memberikan hasil yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang disebabkan oleh perbedaan tekanan antara permukaan air dan didalam air sehingga menyebabkan penyakit pada penyelam yang disebut decompression sickness / barotrauma.
Barotrauma yang mempengaruhi fungsi pendengaran paling sering terjadi pada telinga tengah, gejala – gejala barotrauma telinga tengah : nyeri, rasa penuh dan berkurangnya pendengaran.
Berdasarkan uraian diatas, membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh dari penyelaman yang dilakukan oleh para nelayan tradisional ini terhadap fungsi pendengaran mereka.
Gangguan – gangguan yang terjadi pada telinga dapat terjadi pada telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Dalam hal ini barotrauma pada telinga sering terjadi pada telinga bagian tengah dan penyakit pada telinga tengah ini lazim ditemukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Gejala – gejala barotrauma telinga tegah termasuk nyeri, rasa penuh dan berkurangnya pendengaran. Diagnosis dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak mengalami injeksi dengan pembentukan bleb hemoragik atau adanya darah dibelakang gendang telinga. Kadang – kadang membrana timpani akan mengalami perforasi. Dapat disertai gangguan pendengaran konduktif ringan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti ( 3 orang peneliti ). Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif dengan rancangan cross sectional – study (studi potong lintang ). Dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali pada satu saat pada suatu populasi di suatu tempat/daerah.
Penelitian dilakukan di desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara propinsi Sulawesi Utara dan dilaksanakan selama satu hari di desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara propinsi Sulawesi Utara.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyelam tradisional di desa Bolung kecamatanWori kabupaten Minahasa Utara yang berjumlah 20 orang.
Sampel adalah sebagian dari populasi penyelam tradisional yang berjumlah 11 orang, yang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi yaitu : mereka yang berbadan sehat, bersedia untuk menjadi subjek penelitian setelah menyetujui informed consent.
Data yang telah terkumpul di tabulasi ke dalam bentuk distribusi frekuensi dan ditampilkan dalan bentuk tabel.
HASIL PENELITIAN
Desa Bolung merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara. Desa Bolung yang terletak di daerah pinggir pantai menjadikan daerah ini merupakan salah satu tempat pengembangan potensi kelautan dari kecamatan Wori sendiri sehingga di desa ini masih dapat ditemukan para penyelam tradisional.
Profesi yang dijalankan para penyelam tradisional ini merupakan profesi yang sudah dijalankan secara turun – temurun dalam kurun waktu yang sangat lama antara 5 – 20 tahun. Dengan frekuensi melaut yang sering yaitu 4 – 5 kali dalam seminggu.
Hal inilah yang membuat para penyelam tradisional di desa Bolung sangat rentan dengan berbagai penyakit dekompresi yang dapat mengganggu kesehatan mereka terlebih khusus dapat mengancam jiwa mereka.
1. Usia Responden.
Tabel 2 : Gambaran Umun Responden berdasarkan Usia.
Usia
n
Hasil
Normal
%
Gangguan Pendengaran
Konduksi
%
Persepsi
%
20 – 30 Tahun
31 – 40 Tahun
41 – 50 Tahun
4
2
5
1 Orang
1 Orang
1 Orang
33,33
33,33
33,33
2 Orang
1 Orang
2 Orang
40
20
40
1 Orang
-
2 Orang
33,33
0
66,66
Jumlah
11
3 Orang
100
5 Orang
100
3 Orang
100
2. Lama Bekerja Sebagai Penyelam Tradisional
Tabel 3 : Lama bekerja responden sebagai penyelam tradisional.
Lama Kerja
n
Normal
%
Gangguan Pendengaran
Konduksi
%
Persepsi
%
<>
1 – 3 Tahun
4 – 6 Tahun
> 6 Tahun
1 Orang
-
5 Orang
5 Orang
-
-
2 Orang
1 Orang
0
0
66,66
33,33
1 Orang
-
2 Orang
2 Orang
20
0
40
40
-
-
1 Orang
2 Orang
0
0
33,33
66,66
Jumlah
11 Orang
3 Orang
100
5 Orang
100
3 Orang
100
3. Frekuensi Penyelaman
Tabel 4 : Frekuensi penyelaman tiap minggu.
Frekuensi
n
Normal
%
Gangguan Pendengaran
Konduksi
%
Persepsi
%
1x / minggu
2 – 4x / minggu
5 – 7x / minggu
> 7x / minggu
1 Orang
2 Orang
6 Orang
2 Orang
1 Orang
-
1 Orang
-
50
0
50
0
-
1 Orang
4 Orang
1 Orang
0
16,66
66,66
16,66
-
1 Orang
1 Orang
1 Orang
0
33,33
33,33
33,33
Jumlah
11 Orang
2 Orang
100
6 Orang
100
3 Orang
100
4. Kedalaman Penyelaman.
Tabel 5 : Kedalaman penyelaman para penyelam tradisional
Kedalaman
n
Normal
%
GangguanPendengaran
Konduksi
%
Persepsi
%
<>
1 – 4 meter
5 – 8 meter
> 9 meter
-
-
6 Orang
5 Orang
-
-
1 Orang
2 Orang
0
0
33,33
66,66
-
-
3 Orang
2 Orang
0
0
60
40
-
-
2 Orang
1 Orang
0
0
66,66
33,33
Jumlah
11 Orang
3 Orang
100
5 Orang
100
3 Orang
100









Pemeriksaan fungsi pendengaran yang dilakukan terhadap para nelayan tradisional ini, menggunakan 2 cara yaitu :
  1. Tes Bisik
  2. Tes Garpu Tala : Scwabach, Rinne, Weber.
Berikut ini adalah hasil pemeriksaan fungsi pendengaran pada masyarakat nelayan tradisional desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara :
Hasil Tes Bisik :
Tabel 6 : Hasil dari Tes Bisik.
no
Responden
Kanan
Kiri
Lunak
Desis
Lunak
Desis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
30 Thn
47 Thn
45 Thn
44 Thn
43 Thn
40 Thn
27 Thn
40 Thn
52 Thn
29 Thn
20 Thn
2/5
4/5
5/5
5/5
5/5
4/5
3/5
3/5
2/5
4/5
5/5
4/5
2/5
5/5
5/5
4/5
4/5
4/5
4/5
4/5
3/5
5/5
1/5
5/5
4/5
3/5
4/5
5/5
5/5
5/5
3/5
4/5
5/5
4/5
5/5
4/5
4/5
3/5
4/5
5/5
4/5
4/5
3/5
5/5
Hasil Tes Garpu Tala :
Tabel 7 : Hasil Pemeriksaan Tes Garpu Tala.
no
Responden
Scwabach
Rinne
Weber
Pemeriksa
Penderita
Ka
Ki
Lateralisasi
Ka
Ki
Ka
Ki
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
30 Thn
47 Thn
45 Thn
44 Thn
43 Thn
40 Thn
27 Thn
40 Thn
52 Thn
29 Thn
20 Thn
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
+
-
-
+
-
-
-
-
+
+
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
Ki
Ki
Ka
Ka
Ka
Ka
Ka
Ka
Ka
Ki
Ka
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian diatas tanpa memperhatikan penyakit – penyakit terdahulu yang pernah dialami para penyelam ini menyangkut fungsi pendengaran mereka, didapatkan hasil berdasarkan gambaran umum responden berupa : umur, lama berprofesi sebagai penyelam, frekuensi, serta kedalaman penyelaman, yaitu sebagai berikut :
Kelompok usia yang paling banyak menderita gangguan pendengaran akibat barotrauma adalah pada kelompok usia 41 – 50 tahun, diikuti kelompok usia 20 – 30 tahun dan yang paling sedikit mengalami gangguan adalah kelompok usia 31 – 40 tahun ( dapat dilihat pada tabel 2 ).
Dari hasil penelitian dari Kaplan, mengatakan bahwa walaupun tidak ada korelasi langsung antara umur dengan gangguan dekompresi, didapati bahwa umur yang paling sering terkena adalah 21 – 40 tahun, tetapi efek langsung dari barotrauma meningkat pada usia diatas 50 tahun. Berdasarkan penelitian diatas dapat dikatakan bahwa umur memiliki hubungan terhadap gangguan pendengaran pada penyelam dimana berdasarkan hasil penelitian terhadap para penyelam tradisional desa Bolung ini didapati gangguan barotrauma paling banyak pada kelompok usia 41 – 50 tahun.
Kemudian lama bekerja sebagai penyelam tradisional, dimana gangguan pendengaran banyak terdapat pada kelompok yang telah berprofesi sebagai penyelam tradisional selama > 6 tahun, sedangkan gangguan pendengaran yang paling sedikit terdapat pada kelompok yang berprofesi <>
Gangguan yang diakibatkan dari penyelaman yang dilakukan oleh para penyelam tradisional ini bukan hanya gangguan jangka panjang, tetapi gangguan yang langsung terjadi segera setelah penyelaman pun sering terjadi diakibatkan oleh gangguan dekompresi ini. Menurut penelitian dari Easmon, menyebutkan bahwa gejala dari gangguan dekompresi dapat segera terjadi segera setelah penyelam berada dipermukaan air, bahkan pada kasus yang lebih serius penyelam dapat langsung tidak sadar atau bahkan langsung mengalami kematian.
Lamanya seseorang berprofesi sebagai penyelam tradisional menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan barotrauma dalam hal ini pada pendengaran, karena semakin lama seseorang terpapar dengan adanya suatu perbedaan tekanan yaitu perbedaan tekanan antara permukaan air laut dan dalam laut maka resiko untuk mendapat barotrauma semakin besar. Barotrauma dapat terjadi pada telinga luar, tengah dan dalam, tetapi yang paling umum terjadi adalah masalah pada telinga tengah dimana hal ini terjadi karena kegagalan dari telinga tengah untuk menyamakan tekanan dengan lingkungan dimana menurut hukum Boyle bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi maupun kompresi.
Hal inilah maka seseorang yang telah lama berprofesi sebagai penyelam tradisional rentan terhadap barotrauma karena seringnya terpapar dengan lingkungan yang memiliki perbedaan tekanan.
Dapat dilihat frekuensi penyelaman yang dilakukan terhadap barotrauma yang dialami oleh penyelam tradisional ini, para penyelam yang frekuensi penyelamannya 5 – 7 x / minggu memiliki gangguan terbanyak, sedangkan penyelam yang memiliki frekuensi penyelaman > 7 x / minggu dari 2 orang yang diperiksa ternyata kedua – duanya terdapat gangguan ( dapat dilihat pada tabel 4 ).
Menurut penelitian dari kalangan medis kelautan selang penyelaman yang dianjurkan adalah 18 jam setelah sebelumnya dilakukan penyelaman, hal ini untuk mencegah terjadinya gangguan dekompresi bagi para penyelam.
Sehingga jika akan dirata – ratakan frekuensi penyelaman dengan selang 18 jam untuk penyelaman berikutnya adalah 4x dalam seminggu untuk memperkecil kemungkinan mendapat gangguan dekompresi.
Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat dimana penyelam yang memiliki frekuensi penyelaman <>
Pada kedalaman penyelaman para penyelam tradisional ini, didapati bahwa kedalaman 5 – 8 meter terdapat gangguan sebesar 8,33 % sedangkan pada kedalaman > 9 meter sebesar 60 % ( dapat dilihat pada tabel 5 ).
Menurut literatur yang ada semakin dalam kita menyelam maka tekanan akan bertambah besar dimana pada kedalaman 33 kaki di bawah permukaan laut maka kita akan tepapar oleh tekanan sebesar 2 atm ( 1 atm berasal dari tekanan udara diatas laut dan 1 atm lagi berasal dari berat air sendiri ), pada kedalaman 66 kaki tekanannya adalah 3 atm dan seterusnya.
Sesuai dengan teori diatas, maka para penyelam yang menyelam lebih dalam, dalam hal ini > 9 meter memiliki resiko yang lebih besar untuk mendapat gangguan dekompresi dibandingkan dengan penyelaman yang dilakukan <>
Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran pada para nelayan tradisional di desa Bolung, menggunakan tes bisik, dan tes garpu tala ( dapat dilihat pada tabel 6 dan 7 ).
Dari hasil pemeriksaan diatas maka didapati bahwa yang mengalami gangguan pendengaran sebesar 72,72 %, sedangkan yang tidak mengalami gangguan sebesar 27,27 %. Hal ini menurut peneliti dapat disebabkan oleh rupturnya membran timpani atau dapat disebabkan oleh hal – hal yang lain seperti trauma, infeksi atau keganasan.
KESIMPULAN
  1. Gangguan pendengaran yang paling banyak diderita oleh para penyelam tradisional ini adalah tuli konduksi.
  2. Terdapat gangguan pendengaran pada penyelam tradisional di desa Bolung kecamatan Wori kabupaten Minahasa Utara.


Umur, lamanya berprofesi sebagai penyelam, frekuensi, serta kedalaman menjadi faktor penentu terhadap gangguan pendengaran yang dialami oleh para penyelam tradisional ini.

Comments

Popular posts from this blog

MEKANISME PROSES DASAR GINJAL

Sleep and you ( Secrets of sleep )

The Basic Geriatric Respiratory Examination CME/CE